1. PEMBAHARUAN MUHAMMAD IBNU ABDUL WAHAB
Muhammad bin Abdul Wahab ibn Sulaiman ibn Ali bin Muhammad ibn Rasyid
ibn Bari ibn Musyarif ibn Umar ibn Muanad Rais ibn Zhahir ibn Ali Ulwi
ibn Wahib, lahir pada tahun 1703 dan meninggal pada tahun 1787 M. di
Uyainah, daerah Nejeb Saudi Arabia . Ia seorang pembaharu di Arabia ,
pengikut paham Ibnu Taimiyah dan bermazhab Hambali. Pelajaran agama
sangat digemarinya, sejak kecil ia telah belajar ilmu agama pada ayahnya
seorang Qadhi di Uyainah. Dengan kecerdasannya, dalam usia 10 tahun ia
hafal Al-Qur’an.
Muhammad ibnu Abdul Wahab adalah seorang yang sangat sibuk mengembara
ke berbagai daerah untuk menuntut ilmu pengetahuan, kemudian ia sampai
ke Bagdaddan di sinilah kemudian ia menikah dengan wanita kaya. Setelah
limatahun istrinya meninggal dan ia mendapatkan warisan sebesar 2000
dinar. Setelah itu ia kembali mengembara ke Kurdistan selama dua tahun,
di Hamadan dua tahun dan pernah pula ke Isfahan, Qum ( Iran).
Perjalanannya ke berbagai daerah ternyata sangat bermanfaat baginya,
bahkan ia melihat beberapa penyimpangan-penyimpangan akidah, yang
diantaranya ialah:
a. Ia melihat kuburan atau makam para ulama syekh atau guru tarikat yng
bertebaran di tiap kota ataupun desa ramai dikunjungi oleh masyarakat
islam, dengan maksud memohon penyelesaian atas persoalan hidup
sehari-hari.
b. Aspek lain yang menjadi perhatinnya adalah masalah Taqlid. Taqlid
merupakan sumber kebekuan ummat Islam itu sendiri, disamping itu untuk
memahami ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist, orang harus
melakukan ijtihad, karena itu pintu ijtihad tidak pernah ditutup dan
tidak perlu ditutup.
Dalam hal tauhid ini Muhammad ibnu Abdul Wahab memusatkan perhatiannya terhadap pokok-pokok pikirannya, yang berpendapat bahwa:
Dalam hal tauhid ini Muhammad ibnu Abdul Wahab memusatkan perhatiannya terhadap pokok-pokok pikirannya, yang berpendapat bahwa:
1. Yang boleh dan harus disembah itu hanyalah Tuhan, dan orang yang
menyembah selain dari Tuhan telah menjadi musyrikn dan boleh dibunuh.
2. Kebanyakan orang Islam bukan menganut faham tauhid yang sebenarnya
karena mereka meminta pertolongan bukan lagi pada Tuhan, tetapi dari
syekh atau wali dan dari kekuatan gaib.
3. Menyebut nama Nabi, syekh atau malaikat sebagai pengantara dalam do’a juga merupakan syirik.
4. Meminta syafaat selain dari kepada Tuhan dan bernazar kepada selain Tuhan juga syirik.
5. Memperoleh pengetahuan selain dari Al-Qur’an, Hadits dan Qias (analogi) merupakan kekufuran.
6. Tidak percaya pada qada dan qadar Tuhan juga merupakan kekufuran.
3. Menyebut nama Nabi, syekh atau malaikat sebagai pengantara dalam do’a juga merupakan syirik.
4. Meminta syafaat selain dari kepada Tuhan dan bernazar kepada selain Tuhan juga syirik.
5. Memperoleh pengetahuan selain dari Al-Qur’an, Hadits dan Qias (analogi) merupakan kekufuran.
6. Tidak percaya pada qada dan qadar Tuhan juga merupakan kekufuran.
7. Demikian pula menafsirkan Al-Qu’ran dengan ta’wil adalah kufur.
Semua yang diatas dianggap bid’ah dan bid’ah adalah kesesatan.
Kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek lain yang timbul sesudah
zaman itu bukanlah ajaran Islam yang asli dan harus ditinggalkan. Dengan
demikian taqlid dan patuh kepada pendapat ulama tidak dibenarkan.
Muhammad ibnu Abdul Wahab bukanlah hanya seorang teroris tetapi juga
pemimpin yang dengan aktif berusaha mewujudkan pemikirannya. Ia mendapat
dorongan dari Muhammad ibn Su’ud dan putranya Abd al-Aziz di Nejd .
Tahun 1787 Muhammad Abduh meninggal dunia, tetapi ajarannya tetap hidup
dengan mengambil bentuk aliran yang dikenal dengan nama Wahabiah.
Pemikiran-pemikiran Muhammad ibnu Abdul Wahab yang mempunyai pengaruh
pada perkembangan pemikiran pembaharuan di abad kesembilan belas adalah
sebagai berikut:
1. Hanya Al-Qur’an dan Haditslah yang merupakan sumber asli ajaran-ajaran Islam. Pendapat ulama tidak merupakan sumber.
2. Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
3. Pintu ijtihad terbuka dan tidak tertutup
2. PEMBAHARUAN MUHAMMAD ALI PASYA
2. PEMBAHARUAN MUHAMMAD ALI PASYA
Muhammad Ali, adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla,
Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. orang
tuanya bekerja sebagai seorang penjual rokok dan dari kecil Muhammad Ali
telah harus bekerja. Ia tak memperoleh kesempatan untuk masuk sekolah
dengan demikian dia tidak pandai menulis maupun membaca, meskipun ia tak
pandai membaca atau menulis, namun ia adalah seorang anak yang cerdas
dan pemberani, hal itu terlihat dalam karirnya baik dalam bidang militer
ataupun sipil yang selalu sukses.
Setelah dewasa, Muhammad Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan
karena ia rajin bekerja jadilah ia kesenangan Gubernur dan akhirnya
menjadi menantu Gubernur. Setelah kawin ia diterima menjadi anggota
militer, karena keberanian dan kecakapan menjalankan tugas, ia diangkat
menjadi Perwira. Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki
mengirim bantuan tentara ke Mesir, diantaranya adalah Muhammad Ali
Pasya, bahkan dia ikut bertempur melawan Napoleon pada tahun 1801.
Rakyat Mesir melihat kesuksesan Muhammad Ali dalam pembebasan mesir dari
tentara Napoleon, maka rakyat mesir mengangkat Muhammad Ali sebagai
wali mesir dan mengharapkan Sultan di Turki merestuinya. Pengakuan
Sultan Turki atas usul rakyatnya tersebut baru mendapat persetujuannya
dua tahun kemudian, setelah Turki dapat mematahkan Intervensi Inggris di
Mesir.
Setelah Muhammad Ali mendapat kepercayaan rakyat dan pemerintah pusat Turki, ia menumpas musuh-musuhnya, terutama golongan mamluk yang masih berkuasa di daerah-daerah akhirnya mamluk dapat ditumpas habis. Dengan demikian Muhammad Ali menjadi penguasa tunggal di Mesir, akan tetapi lama kelamaan ia asyik dengan kekuasaannya, akhirnya ia bertindak sebagai diktator. Pada waktu Muhammad Ali meminta kepada sultan agar Syiria diserahkan kepadanya, Sultan tidak mengabulkannya. Muhammad Ali Pasya marah dan menyerang dan menguasai Syiria bahkan serangan sampai ke Turki. Muhammad ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir lebih dari satu setengah abad lamanya memegang kekuasaan di Mesir. Terakhir adalah Raja Farouk yang telah digulingkan oleh para jenderalnya pada tahun 1953. Dengan demikian berakhirlah keturunan Muhammad Ali di Mesir.,
Setelah Muhammad Ali mendapat kepercayaan rakyat dan pemerintah pusat Turki, ia menumpas musuh-musuhnya, terutama golongan mamluk yang masih berkuasa di daerah-daerah akhirnya mamluk dapat ditumpas habis. Dengan demikian Muhammad Ali menjadi penguasa tunggal di Mesir, akan tetapi lama kelamaan ia asyik dengan kekuasaannya, akhirnya ia bertindak sebagai diktator. Pada waktu Muhammad Ali meminta kepada sultan agar Syiria diserahkan kepadanya, Sultan tidak mengabulkannya. Muhammad Ali Pasya marah dan menyerang dan menguasai Syiria bahkan serangan sampai ke Turki. Muhammad ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir lebih dari satu setengah abad lamanya memegang kekuasaan di Mesir. Terakhir adalah Raja Farouk yang telah digulingkan oleh para jenderalnya pada tahun 1953. Dengan demikian berakhirlah keturunan Muhammad Ali di Mesir.,
Kalau diteliti lebih mendalam, maka terkesan bahwa Muhammad Ali
walaupun tidak pandai membaca dan menulis, akan tetapi ia seorang yang
cerdas, tanpa kecerdasan ia tidak akan mendapat kekuasaan dan tujuan
akhirnya adalah untuk menjadi penguasa umat Islam, ia adalah seorang
yang ambisius menjadi pimpinan umat Islam.
Hal-hal ini memberi gambaran tentang apa yang dikehendaki Muhammad
Ali sebenarnya, pengetahuan tentang soal-soal pemerintahan, militer dan
perekonomian, yaitu hal-hal yang akan memperkuat kedudukannya. Ia tak
ingin orang-orang yang dikirimnya ke Eropa, menyelami lebih dari apa
yang perlu baginya, dan oleh karena itu mahasiswa-mahasiswa itu berada
dibawah pengawasan yang ketat. Mereka tak diberi kemerdekaan bergerak
di Eropa. Tetapi, dengan mengetahui bahasa-bahasa Eropa, terutama
Prancis dan dengan membaca buku-buku Barat seperti karangan-karangan
Voltaire, Rousseau, Montesquieu dna lain-lain, timbullah ide-ide baru
mengenai Demokrasi, Parlemen, pemilihan wakil rakyat, paham pemerintahan
republic, konstitusi, kemerdekaan berfikir dan sebagainya.
Pada mulanya perkenalan dengan ide-ide dan ilm-ilmu baru ini hanya terbatas bagi orang-orang yang telah ke Eropa dan yang telah tahu bahasa Barat. Kemudian faham-faham ini mulai menjalar kepada orang-orang yang tak mengerti bahasa Barat, pada permulaannya dengan perantaraan kontak mereka dengan mahasiswa-mahasiswa yang kembali dari Eropa dan kemudian dengan adanya terjemahan buku-buku Barat itu kdalam bahasa arab. Yang penting diantara bagian-bagian tersebut bagi perkembangan ide-ide Barat ialah bagian Sastra. Di tahun 1841, diterjemahkan buku mengenai sejarah Raja-raja Perancis yang antara lain mengandung keterangan tentang Revolusi Perancis. Satu buku yang serupa diterjemahkan lagi tahun 1847.
Pada mulanya perkenalan dengan ide-ide dan ilm-ilmu baru ini hanya terbatas bagi orang-orang yang telah ke Eropa dan yang telah tahu bahasa Barat. Kemudian faham-faham ini mulai menjalar kepada orang-orang yang tak mengerti bahasa Barat, pada permulaannya dengan perantaraan kontak mereka dengan mahasiswa-mahasiswa yang kembali dari Eropa dan kemudian dengan adanya terjemahan buku-buku Barat itu kdalam bahasa arab. Yang penting diantara bagian-bagian tersebut bagi perkembangan ide-ide Barat ialah bagian Sastra. Di tahun 1841, diterjemahkan buku mengenai sejarah Raja-raja Perancis yang antara lain mengandung keterangan tentang Revolusi Perancis. Satu buku yang serupa diterjemahkan lagi tahun 1847.
Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali :
1. Politik luar negeri
Muhammad Ali menyadari bahwa bangsa mesir sangat jauh ketinggalan
dengan dunia Barat, karenanya hubungan dengan dunia Barat perlu
diperbaiki seperti Perancis, Itali, Inggris dan Austria . Menurut
catatan antara tahun 1813-1849 ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Itali,
Perancis, Inggris dan Austria . Selain itu dipentingkan pula ilmu
Administrasi Negara, akan tetapi system politik Eropa tidak menarik
perhatian Muhammad Ali.
2. Politik dalam negeri
a. Membangun kekuatan militer.
b. Bidang pemerintahan.
c. Ekonomi.
d. Pendidikan.
Sepintas pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia ummat Islam sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh tahtawi, Jalaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad Abduh lainnya.
Sepintas pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia ummat Islam sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh tahtawi, Jalaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad Abduh lainnya.
3. PEMBAHARUAN AL-TAHTAWI
Al-Tahtawi adalah Rifa’ah Badawi Rafi’I, Al-tahtawi lahir pada tahun 1801 M. di Tanta (Mesir Selatan), dan meninggal di Kairo pada tahun 1873. Dia adalah seorang pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali Pasya, al- Tahtawi turut memainkan peranan. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu. Ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822.
Al-Tahtawi adalah Rifa’ah Badawi Rafi’I, Al-tahtawi lahir pada tahun 1801 M. di Tanta (Mesir Selatan), dan meninggal di Kairo pada tahun 1873. Dia adalah seorang pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali Pasya, al- Tahtawi turut memainkan peranan. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu. Ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822.
Ia adalah murid kesayangan dari gurunya Syaikh Hasan al-‘Atthar yang
banyak mempunyai hubungan dengan ahli-ahli ilmu pengetahuan Perancis
yang datang dengan Napoleon ke Mesir. Syaikh Al-Attar melihat bahwa
Tahtawi adalah seorang pelajar yang sungguh-sungguh dan tajam
pikirannya, dan oleh karena itu ia selalu memberi dorongan kepadanya
untuk senantiasa menambah ilmu pengetahuan. Setelah selesai dari study
di Al-Azhar, Al-Tahtawi mengajar disana selama dua tahun, kemudian
diangkat menjadi imam tentara di tahun 1824. Dua tahun kemudian dia
diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad ali ke
Paris . Disamping tugasnya sebagai imam ia turut pula belajar bahasa
Perancis sewaktu ia masih dalam perjalanan ke Paris .
Buku-buku yang dibaca Al-Tahtawi mencakup berbagai ilmu pengetahuan,
dan ujiannya yang terakhir di Paris pun adalah dalam lapangan
terjemahan. Sekembalinya di Kairo ia diangkat sebagai guru bahasa
Prancis dan penerjemah di sekolah Kedokteran. Di tahun 1836 didirikan
“Sekolah Penerjemahan” yang kemudian diubah namanya menjadi “Sekolah
Bahasa-bahasa Asing”. Bahasa yang diajarkan adalah Arab, Perancis,
Turki, Itali dan juga ilmu-ilmu teknik, sejarah serta ilmu bumi. Salah
satu jalan kesejahteraan menurut Al-Tahtawi adalah berpegang teguh pada
agama dan akhlak (budi pekerti) untuk itu pendidikan merupakan sarana
yang penting.
Dalam hal agama dan peranan ulama, al-Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern.
Diantara hasil-hasil karyanya yang terpenting adalah:
Dalam hal agama dan peranan ulama, al-Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern.
Diantara hasil-hasil karyanya yang terpenting adalah:
a. Takhlisul Abriiz Ila Takhrisu Bariiz.
b. Manahijul Bab Al-Mishriyah fi Manahijil Adab al-Ashriyah.
c. Al-Mursyid al-amin lil banaat wal banien.
d. Al-Qaulus sadid fiijtihadi wat taliid.
e. Anwar taufiq al-jalil fi akhbari mishra wa tautsiq bani Isra’il.
4. PEMBAHARUAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI
Jamaludin al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan yang tempat tinggal dan aktifitasnya berpindah-pindah dari satu negara ke negara Islam lainya pengaruh terbesar yang ditinggalkannya adalah di Mesir, oleh karena itu uraian mengenai pemikiran dan aktivitasnya dimasukkan kedalam bagian tentang pembaharuan di dunia Arab. Jamaludin al-Afghani lahir di Afghanistan pada tahun 1839 M. dan meninggal dunia pada tahun 1897 M. Dalam silsilah keturunannya al-afghani adalah keturunan Nabi melalui Sayyidina Ali ra. Ketika baru berusia duapuluh dua tahun ia telah menjadi pembantu bagi pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi Perdana Menteri.
Jamaludin al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan yang tempat tinggal dan aktifitasnya berpindah-pindah dari satu negara ke negara Islam lainya pengaruh terbesar yang ditinggalkannya adalah di Mesir, oleh karena itu uraian mengenai pemikiran dan aktivitasnya dimasukkan kedalam bagian tentang pembaharuan di dunia Arab. Jamaludin al-Afghani lahir di Afghanistan pada tahun 1839 M. dan meninggal dunia pada tahun 1897 M. Dalam silsilah keturunannya al-afghani adalah keturunan Nabi melalui Sayyidina Ali ra. Ketika baru berusia duapuluh dua tahun ia telah menjadi pembantu bagi pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi Perdana Menteri.
Kemudian al-Afghani merasa lebih aman apabila meninggalkan tanah tempat
lahirnya dan pergi ke India di tahun 1869. tetapi di India dia juga
merasa tidak bebas untuk bergerak karena negara ini telah jatuh ke bawah
kekuasaan Inggris, oleh karena itu ia pindah ke Mesir di tahun 1871. Ia
menetap di Kairo, pada mulanya menjauhi persoalan-persoalan politik
Mesir dan memusatkan perhatian pada bidang ilmiah dan sastra Arab.
Tetapi ia tidak lama dapat meninggalkan lapangan politik. Di tahun
1876 turut campur tangan Inggris dalam soal politik di Mesir makin
meningkat. Ketika itu ide-ide al-Tahtawi sudah mulai meluas di kalangan
masyarakat Mesir, diantaranya ide trias politica dan patriotisme, maka
pada tahun 1879 atas usaha Al- Afghani terbentuklah partai Al-Hizb
al-Watani (partai nasional).
Tujuan partai ini untuk memperjuangkan pendidikan universal dan
kemerdekaan pers. Atas sokongan partai ini al-Afghani berusaha
menggulingkan Raja Mesir yang berkuasa waktu itu, yakni Khedewi Ismail.
Masa delapan tahun menetap di Mesir itu mempunyai pengaruh yang tidak
kecil bagi umat Islam disana menurut M.S. Madkur, al-Afghanilah yang
membangkitkan gerakan berpikir di Mesir sehingga negara ini dapat
mencapai kemajuan. “Mesir modern,”demikian Madkur, “ adalah hasil dari
usaha-usaha Jamaludin al-Afghani”.
Selama di Mesir al-Afghani mengajukan konsep-konsep pembaharuannya, antara lain:
a) Musuh utama adalah penjajahan (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan perang Salib.
b) Ummat Islam harus menantang penjajahan dimana dan kapan saja.
c) Untuk mencapai tujuan itu ummat Islam harus bersatu (Pan Islamisme).
Pan Islamisme bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan Islam menjadi
satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerja
sama. Persatuan dan kerja sama merupakan sendi yang amat penting dalam
Islam.
Untuk mencapai usaha-usaha pembaharuan tersebut di atas:
a) Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan.
b) Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat atau derajat budi luhur.
c) Rukun Iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup, dan kehidupan manusia bukan sekedar ikutan belaka.
d) Setiap generasi ummat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan
pengajaran dan pendidikan pada manusia-manusia bodoh dan juga memerangi
hawa nafsu jahat dan menegakkan disiplin.
Selama delapan tahun menetap di Mesir ia pergi ke Paris , disini ia
mendirikan perkumpulan “Al-Urwatul Wusqa” yang anggotanya terdiri dari
orang-orang Islam dan India , Mesir, Suria, Afrika Utara dan lain-lain.
Diantara tujuan yang ingin dicapai ialah memperkuat rasa persaudaraan
Islam, membela Islam dan membawa Islam kepada kemajuan. Kemudian di
Paris inilah ia bertemu dengan muridnya yang setia yaitu Muhammad Abduh
dan kemudian ia kembali ke Istambul, sampai akhir hayatnya.
5. PEMBAHARUAN SYEKH MUHAMMAD ABDUH
Muhammad Abduh lahir di desa Mahillah di Mesir Hilir, ibu bapaknya adalah orang biasa yang tidak mementingkan tanggal dan tempat lahir anak-anaknya. Ia lahir pada tahun 1849, tetapi ada yang mengatakan bahwa ia lahir sebelum tahun itu, tetapi sekitar tahun 1845 dan beliau wafat pada tahun 1905. Ayahnya bernama Abduh ibn Hasan Khairillah, silsilah keturunan dengan bangsa Turki, dan ibunya mempunyai keturunan dengan Umar bin Khatab, khalifah kedua (khulafaurrasyidin).
Muhammad Abduh lahir di desa Mahillah di Mesir Hilir, ibu bapaknya adalah orang biasa yang tidak mementingkan tanggal dan tempat lahir anak-anaknya. Ia lahir pada tahun 1849, tetapi ada yang mengatakan bahwa ia lahir sebelum tahun itu, tetapi sekitar tahun 1845 dan beliau wafat pada tahun 1905. Ayahnya bernama Abduh ibn Hasan Khairillah, silsilah keturunan dengan bangsa Turki, dan ibunya mempunyai keturunan dengan Umar bin Khatab, khalifah kedua (khulafaurrasyidin).
Orang tuanya sangat memperhatikan terhadap pendidikannya, pada tahun1862
ia dikirim oleh ayahnya ke perguruan agama di mesjid Ahmadi yang
terletak di desa Tanta . Hanya dalam waktu enam bulan ia berhenti karena
tidak mengerti apa yang diajarkan gurunya. Setelah belajar di Tanta
pada tahun 1866 ia meneruskan ke perguruan tinggi di Al-Azhar di Kairo,
disinilah ia bertemu dengan Jamaludin al-Afghani dan kemudian ia belajar
filsafat di bawah bimbingan Afghani, di masa inilah ia mulai membuat
karangan untuk harian al-Ahram yang pada saat itu baru didirikan. Pada
tahun 1877 studinya selesai di al-Azhar dengan hasil yang sangat baik
dan mendapat gelar Alim. Kemudian ia diangkat menjadi dosen al-Azhar
disamping itu ia mengajar di Universitas Darul Ulum.
Dalam peristiwa pemberontakan Urabi Pasya (1882)
Muhammad Abduh ikut terlibat didalamnya, sehingga ketika
pemberontakan berakhir, ia diusir dari Mesir. Dalam pembuangannya ia
memilih di Syiria ( Beirut ) di sini ia mendapat kesempatan mengajar
pada perguruan tinggi Sultaniah, kurang lebih satu tahun lamanya.
Kemudian ia pergi ke Paris atas panggilan Sayyid Jamaludin al-Afghani,
yang pada waktu itu tahun1884 sudah berada disana. Muhammad Abduh
kebetulan diperkenankan pulang ke Mesir, sedang Jamaluddin mengembara di
Eropa kemudian terus ke Moskow.
Di Mesir Muhammad Abduh diserahi jabatan Mufti Mesir, disamping itu
ia diangkat menjadi anggota Majelis Perwakilan (Legilative Council),
Muhammad Abduh pernah juga di serahi jabatan hakim Mahkamah, dan di
dalam tugas ini ia dikenal sebagai seorang Hakim yang adil.
Pokok-pokok pikiran Muhammad Abduh dapat disimpulkan dalam empat aspek, yaitu:
Pokok-pokok pikiran Muhammad Abduh dapat disimpulkan dalam empat aspek, yaitu:
Pertama, aspek kebebasan, antara lain; dalam usaha memperjuangkan
cita-cita pembaharuannya, MuhammadAbduh memperkecil ruang lingkupnya,
yaitu Nasionalisme Arab saja dan menitikberatkan pada pendidikan.
Kedua, aspek kemasyarakatan, antara lain usaha-usaha pendidikan perlu diarahkan untuk mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya. Dasar-dasar pendidikan seperti itu akan membawa kepada seseorang untuk mengetahui siapa dia dan siapa yang menyertainya.
Ketiga, aspek keagamaan, dalam masalah in Muhammad Abduh tidak menghendaki adanya taqlid, guna memenuhi tuntutan ini pintu ijtihad selalu terbuka.
Kedua, aspek kemasyarakatan, antara lain usaha-usaha pendidikan perlu diarahkan untuk mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya. Dasar-dasar pendidikan seperti itu akan membawa kepada seseorang untuk mengetahui siapa dia dan siapa yang menyertainya.
Ketiga, aspek keagamaan, dalam masalah in Muhammad Abduh tidak menghendaki adanya taqlid, guna memenuhi tuntutan ini pintu ijtihad selalu terbuka.
Keempat, aspek pendidikan antara lain, al-Azhar mendapatkan perhatian
perbaikan, demikian juga bahasa Arab dan pendidikan pada umumnya cukup
mendapat perhatiannya.
Menurut Muhammad Abduh bahasa Arab perlu dihidupkan dan untuk itu metodenya perlu diperbaiki dan ini ada kaitannya dengan metode pendidikan. System menghafal diluar kepala perlu diganti dengan system penguasaan dan penghayatan materi yang dipelajari.
Menurut Muhammad Abduh bahasa Arab perlu dihidupkan dan untuk itu metodenya perlu diperbaiki dan ini ada kaitannya dengan metode pendidikan. System menghafal diluar kepala perlu diganti dengan system penguasaan dan penghayatan materi yang dipelajari.
6. PEMBAHARUAN RASYID RIDHA
Rasyid Ridha adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir pada
tahun 1865 di Al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak
jauh dari kota Tripoli (Suria). Ia berasal dari keturunan al-Husain,
cucu Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu ia memakai gelar Al-sayyid depan
namanya. Semasa kecil ia dimasukkan ke madrasah tradisional di
Al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung dan membaca Al-Qur’an di
tahun 1882, ia melanjutkan pelajaran di Al-Madrasah al-Wataniah
Al-Islamiah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli .
Di Madrasah ini, selain bahasa arab diajarkan pula bahasa Turki dan
Prancis, dan disamping pengetahuan-pengetahuan agama juga
pengetahuan-pengetahuan modern. Sekolah ini didirikan oleh Al-Syaikh
Husain Al-Jisr, seorang ulama Islam yang telah dipengaruhi oleh ide-ide
modern, tetapi umur sekolah tersebut tidak panjang. Kemudian Rasyid
Ridha meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama yang ada di
Tripoli .
Disamping itu Rasyid Ridha memperoleh tambahan ilmu dan semangat
keagamaan melalui membaca kitab-kitab yang ditulis al-Ghozali, antara
lain Ihya Ulumuddin sangat mempengaruhi jiwa dan kehidupannya, terutama
sikap patuh pada hukum dan baktinya terhadap agama. Rasyid Ridha mulai
mencoba dan menerapkan ide-idenya ketika masih berada di Suria, tetapi
usaha-usahanya mendapat tantangan dari pihak kerajaan Usmani. Ia merasa
terikat dan tidak bebas, karena itu ia memutuskan pindah ke Mesir, dekat
dengan Muhammad Abduh. Pada tahun 1898 M. Rasyid Ridha hijrah ke Mesir
untuk menyebarluaskan pembaharuan di Mesir. Dan dua tahun kemudian ia
menerbitkan majalah yang diberi nama “al- Manar” untuk menyebarluaskan
ide-idenya dalam pembaharuan.
Pada dasarnya pokok pikiran Rasyid Ridha tidak jauh berbeda dengan
gurunya, terutama dalam titik tolak pembaharuannya yang berpangkal dari
segi keagamaan, tuntutan adanya kemurnian ajaran Islam, baik dari segi
akidahnya maupun dari segi amaliyahnya. Menurut pendapat dari Rasyid
Ridha ummat Islam mundur karena tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam
yang sebenarnya, dan perbuatan mereka telah menyeleweng dari
ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Disamping itu sebab-sebab yang
membawa kemunduran ummat Islam, karena faham fatalisme, ajaran-ajaran
tariqad atau tasawuf yang menyeleweng semua itu membawa kemunduran ummat
Islam menjadi keterbelakangan dan menjadikan ummat tidak dinamis.
Dalam hubungannya dengan akal pikiran, Rasyid ridha berpendapat bahwa
derajat akal itu lebih tinggi, akan tetapi hanya dapat dipergunakan
dalam masalah kemasyarakatan saja, tidak dapat dipergunakan dalam
masalah ibadah. Diantara aktivis beliau dalam bidang pendidikan antara
lain membentuk lembaga yang dinamakan dengan “al-dakwah wal irsyad” pada
tahun 1912 di kairo.
Para lulusan dari seoah ini akan dikirim ke negeri mana saja yang membutuhkan bantuan mereka. Kemudian melalui majalah al-Manar ia menjelaskan bahwa inggris dan perancis yang berusaha membagi-bagi daerah arab ke dalam kekuasaannya masing-masing. Bentuk pemerintahan yang dikehendaki oleh Rasyid Ridha adalah bentuk kekhalifahan yang tidak absolute, kholifah hanya bersifat koordinator, tidaklah mungkin menyatukan ummat islam ke dalam satu system pemerintahan yang tunggal, karena khalifah hanya menciptakan hukum perundang-undangan dan menjaga pelaksanaannya.
Para lulusan dari seoah ini akan dikirim ke negeri mana saja yang membutuhkan bantuan mereka. Kemudian melalui majalah al-Manar ia menjelaskan bahwa inggris dan perancis yang berusaha membagi-bagi daerah arab ke dalam kekuasaannya masing-masing. Bentuk pemerintahan yang dikehendaki oleh Rasyid Ridha adalah bentuk kekhalifahan yang tidak absolute, kholifah hanya bersifat koordinator, tidaklah mungkin menyatukan ummat islam ke dalam satu system pemerintahan yang tunggal, karena khalifah hanya menciptakan hukum perundang-undangan dan menjaga pelaksanaannya.
Rasyid Ridha menyadari pertentangan yang makin ada diantara
nasionalisme dan kesetiaan kepada persatuan Islam. Menurutnya paham
nasionalisme bertentangan dengan paham ummat Islam, karena persatuan
dalam Islam tidak mengenal perbedaan bangsa dan bahasa. Meskipun Rasid
Ridha berguru pada Muhammad Abduh, tetapi dalam hal pembaharuan mereka
memiliki perbedaan. Muhammad Abduh lebih luas pergaulannya,disamping itu
penguasaan bahasa asing lebih menguasai dibanding Rasyid Ridha.
Perbedaan antara guru dan murid tersebut sangat terlihat, misalnya
dalam hal paham-paham teologi dan jujga dalam Tafsir al-Manar, ketika
murid memberi komentar terhadap uraian guru. Sedangkan dalam masalah
teologi, Muhammad Abduh menafsirkan ayat-ayat Mutajassimah secara
filosofis rasional, sedangkan Rasyid Ridha menafsirkan apa adanya ia
tidak mentakwil.
Rasyid Ridha sebagai ulama yang selalu menambah ilmu pengetahuan dan
selalu berjuang selama hayatnya, ia meninggal pada tanggal 23 jumadil
ula 1354/ 22 agustus 1935, ia meninggal dunia dengan aman sambil
memegang Al-Qur’an ditangannya.
7. PEMBAHARUAN QASYIM AMIN
7. PEMBAHARUAN QASYIM AMIN
Qasyim Amin lahir dipinggiran kota Kairo pada tahun 1863, ayahnya
keturunan Qurdi, tetapi menetap di Mesir, ia belajar hukum di Mesir
kemudian melanjutkan ke Perancis sebagai mahasiswa tugas belajar dari
pemerintah untuk memperdalam ilmu hukum, setelah selesai dan pulang ke
Mesir ia bekerja pada pengadilan Mesir. Dalam hal pembaharuan di
masyarakat ia lebih mengutamakan dalam hal memperbaiki nasib wanita.
Ide inilah yang kemudian dikupas Qasyim Amin dalam bukunya tahrir
al-mar’ah (“emansipasi wanita”). Wanita yang terbelakang dan jumlahnya
sekitar seperdua dari jumlah penduduk Mesir, merupakan hambatan dalam
pelaksanaan pembaharuan, karena itu kebebasan dan pendidikan wanita
perlu mendapat perhatian. Ide Qasyim Amin yang banyak menimbulkan reaksi
di zamannya ialah pendapat bahwa penutupan wajah wanita bukanlah ajaran
Islam.
Tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist adalah ajaran yang
mengatakan bahwa wajah wanita murupakan aurat dan oleh karena itu harus
ditutup. Penutupan wajah adalah kebiasaan yang kemudian dianggap sebagai
ajaran Islam.
Dan karena kritik dan protes terhadap ide inilah Qasyim Amin melihat
bahwa ia perlu memberi jawaban yang keluar dalam bentuk buku bernama
al-mar’ah al-jadilah (“wanita modern”). Ide-ide ini, tentu ada yang
setuju dan ada pula yang tidak setuju, tapi sekarang ini usaha itu sudah
dapat dirasakan hasilnya
Tidak ada komentar :
Posting Komentar